Ayat bacaan: Pengkotbah 7:3
=====================
"Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega."
Mana
lebih baik, bersedih atau bergembira? Saya yakin jika ini ditanyakan
kepada orang, hampir semua jawaban akan memilih untuk bergembira. Saya
coba tanyakan kepada seorang teman, dan ia menjawab "hanya orang bodoh
yang lebih memilih untuk sedih." Tidak ada satupun orang yang mau berada
dalam kesedihan dalam hidupnya. Kalau bisa hidup ini paling enak jika
hanya berisi kegembiraan. Penuh canda tawa, tanpa masalah dari awal
hingga akhir. Tetapi benarkah itu? Alkitab ternyata menyatakan justru
sebaliknya. Dan ini bisa kita lihat dalam kitab Pengkotbah. Dibuka
dengan judul perikop "Hikmat yang benar", yang berisikan beberapa hikmat
esensial yang penting untuk kita ingat, salah satu ayatnya berbunyi
kontroversial. "Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega." (Pengkotbah 7:3).
Bersedih itu dikatakan lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram
akan membuat hati lega. Tidakkah ini terdengar aneh? Mungkin aneh bagi
kita yang menganggap sebuah kesedihan itu hanyalah sesuatu yang
menyiksa, tetapi sesungguhnya ada banyak hal yang bisa kita peroleh
dibalik sebuah kesedihan. Dalam bahasa Inggris dikatakan "Sorrow is better than laughter, for by the sadness of the countenance the heart is made better and gains gladness."
Ada sesuatu dibalik kesedihan yang bisa membuat hati kita lebih baik
dan mampu beroleh sukacita. Demikianlah bunyi firman Tuhan mendobrak
paradigma yang selama ini kita anggap benar. Dan ayat ini sudah ditulis
lewat orang yang paling berhikmat yang pernah ada di muka bumi ini,
yaitu Salomo.
Jika kita membaca ayat selanjutnya, kita akan mendapati ayat yang berbunyi lebih aneh lagi. "Orang berhikmat senang berada di rumah duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat bersukaria."
(ay 4). Dimana kita lebih suka berada? Di rumah duka atau pesta? Tentu
kita lebih memilih berada dalam sebuah pesta meriah, penuh dengan sajian
makanan lezat, musik dan keceriaan. Tetapi firman Tuhan berkata justru
sebaliknya. Hanya orang bodohlah yang lebih memilih tempat bersukaria
ketimbang berada di rumah duka. Ini mungkin sulit untuk kita terima jika
tidak kita pikirkan. Tetapi marilah kita melihat mengapa kedua ayat ini
lebih menganjurkan kita untuk bersedih dan berada di dalam rumah duka.
Apa yang kita pikirkan ketika pesta? Kebanyakan dari kita tentu lebih
tertarik kepada makanan yang disajikan. Apa isi dari stal-stal disamping
meja prasmanan yang penuh dengan sajian utama, musiknya bagus atau
tidak dan sebagainya. Sebaliknya, berada di rumah duka seringkali
membawa sebuah perenungan bagi kita, bahwa hidup ini sesungguhnya
singkat saja. Life is short! Pemazmur menulis "Manusia sama seperti angin, hari-harinya seperti bayang-bayang lewat."
(Mazmur 144:4). Seperti itulah singkatnya. Berapa lama? Alkitab berkata
masa hidup kita tujuh puluh tahun, dan jika kuat, delapan puluh tahun.
(90:10). Tujuh puluh tahun, kalau mujur, 80 tahun. That's it.
Dibanding kehidupan kekal setelahnya sungguh sangat singkat. Alangkah
sia-sianya jika masa hidup yang singkat itu kita buang tanpa diisi
dengan sesuatu yang berguna, terutama untuk menabung demi kehidupan yang
kita tuju selanjutnya. Betapa kita seringkali terlena dan lupa akan hal
ini ketika kita sedang berada dalam keadaan senang. Tetapi berada di
rumah duka biasanya akan membawa perenungan bagi kita bahwa hidup ini
sesungguhnya singkat, hanya bagai angin, hanya bagai bayang-bayang yang
berkelebat. Itulah sebabnya dikatakan lebih baik berada di rumah duka
ketimbang di rumah bersukaria.
Dalam kesedihan kita bisa belajar banyak. Kita bisa belajar untuk
lebih kuat, lebih tegar, kita bisa belajar mengandalkan Tuhan lebih
dari segalanya, kita bisa belajar lebih sabar dan tabah. Ini adalah
hal-hal yang jarang bisa kita peroleh lewat kegembiraan. Kegembiraan
seringkali membawa kita terlena dan lupa kepada hal-hal yang esensial
atau penting dalam kehidupan yang singkat ini. Ada banyak hal di balik
sebuah bentuk kesedihan yang akan mampu membuat kita bertumbuh lebih
baik dan lebih kuat. Karena itu ketika Tuhan mengijinkan kita untuk
masuk ke dalam keadaan sedih, janganlah bersungut-sungut dan menuduh
Tuhan sedang berlaku kejam kepada kita. Justru disaat seperti itulah
kita sedang dilatih untuk lebih baik lagi, sedang diajar untuk mengalami
peningkatan baik dari segi iman maupun sikap dan perilaku kita sebagai
pribadi.
"To everything there is a season, and a time for every matter or purpose under heaven", "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." (Pengkotbah 3:1). Ada berbagai "musim" dalam hidup kita yang mau tidak mau harus kita hadapi. Termasuk salah satunya dikatakan "ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari." (ay
4). Ada saat dimana kita bisa bergembira, tetapi ada pula saat dimana
kita masuk ke dalam waktu untuk menangis dan meratap. Ini bukanlah waktu
dimana Tuhan sedang bertindak kejam dan senang menyiksa kita. Ketika
kita sedang berada dalam sebuah kesedihan, disanalah kita bisa belajar
banyak dan sadar bahwa kita seharusnya mengisi hidup kita yang singkat
ini dengan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama maupun bagi masa depan
kita. Jangan sia-siakan waktu bersedih hanya dengan mengeluh dan
menangis, tetapi pakailah masa-masa itu untuk melakukan perenungan
secara menyeluruh. Sadarilah bahwa ada banyak pelajaran yang bisa kita
petik di balik sebuah kesedihan. Karena itu, jika Tuhan mengijinkan saya
dan anda untuk berada dalam keadaan bersedih, bersyukurlah untuk itu.
Firman Tuhan berkata "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."
(1 Tesalonika 5:18) Kita seharusnya bersyukur bukan hanya ketika semua
baik-baik saja, tetapi juga ketika kita sedang mengalami sebuah
kesedihan. Dibalik sebentuk kesedihan ada banyak manfaat yang bisa
membuat kita menjadi lebih baik lagi termasuk di dalamnya mengalami
pertumbuhan iman. Ada waktu dimana kita bersedih, pakailah itu sebagai
momen untuk memperbaiki diri dan kembali menyadari esensi dari sebuah
kehidupan yang dipercayakan Tuhan kepada kita, sehingga ketika waktu
untuk tertawa datang kita tidak akan terlena melupakannya. Apakah anda
sedang berada dalam "musim" sedih hari ini? Jika ya, jangan patah
semangat, jangan putus asa, tetapi bersyukurlah untuk itu.
Ada banyak pelajaran yang dapat kita petik dibalik sebuah kesedihan
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
0 komentar on Pilih Sedih atau Tertawa? :
Posting Komentar